jpnn.com, JAKARTA - Di tengah penurunan angka pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah bakal tetap melaksanakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan rencana itu tetap dijalankan sesuai mandat Undang-Undang (UU).
Hal itu diungkapkan Sri Mulyani saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (13/11).
Perempuan kelahiran Bandarlampung itu mengatakan kenaikan PPN 12 persen dalam rangka menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun, pada saat yang sama, juga mampu berfungsi merespons berbagai krisis.
"Seperti ketika terjadinya krisis keuangan global dan pandemi, itu kami gunakan APBN," ujar Sri Mulyani dikutip, Jumat (15/11).
Menkeu menjelaskan penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor.
Wacana PPN 12 persen tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun pada 2021.
Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat yang terimbas oleh pandemi COVID-19.
"Artinya, ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi atau perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan bahkan waktu itu termasuk makanan pokok," ungkap Sri Mulyani.
Kendati demikian, Sri Mulyani menegaskan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berhati-hati dan berupaya memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat.
"Sudah ada UU-nya. Kami perlu menyiapkan agar itu (PPN 12 persen, red) bisa dijalankan tetapi dengan penjelasan yang baik," tuturnya.
Kebijakan PPN 12 persen termaktub dalam Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2021 yang disusun oleh Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam beleid itu, disebutkan bahwa PPN dinaikkan secara bertahap, yakni 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen pada 1 Januari 2025.(antara/jpnn)