jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana Universitas Lampung (Unila), Yusdianto menilai pasal-pasal yang diusulkan dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri berpotensi membuat kepolisian menjadi lembaga superbody.
Yusdianto mencontohkan penambahan Pasal 14 ayat 1 (o) yang memberikan kewenangan kepada Polri untuk melakukan penyadapan tanpa mekanisme pengawasan independen, kemudian Pasal 16 ayat 1 (q) memberikan otoritas kepada Polri untuk mengawasi dan mengamankan ruang siber, serta Pasal 16A dan 16B yang memperluas fungsi intelijen Polri untuk melakukan "penangkalan" terhadap ancaman kepentingan nasional, tanpa definisi yang jelas.
"Jangan-jangan nanti perubahan ini gagal mendesain secara fundamental kelembagaan Polri. Rakyat tak mau Polri memonopoli berbagai macam bentuk kekerasan, pelanggaran HAM, melakukan malaadministrasi, abuse of power, atau praktik-praktik korupsi di dalamnya," ujar Yusdianto.
Menurut Yusdianto, pasal penyadapan dalam RUU Polri tersebut berpotensi disalahgunakan sebagai alat kekuasaan negara untuk memantau dan mengawasi masyarakat.
"Ini berlebihan," tegas dia.
Yusdianto berpendapat dengan kewenangan yang ada saat ini, Polri belum bisa membuktikan diri sebagai lembaga yang profesional, misalnya saar demonstrasi hingga berbagai peristiwa yang terjadi.
"Masyarakat, kan, menganggap Polri ini adalah organisasi sipil yang penanganannya bisa humanis. Tetapi, kalau lihat banyak sekali penanganan-penanganan yang dilakukan Polri jauh dari humanis," ucapnya.
Bahkan, lanjut dia, oknum polisi masih banyak hal yang membuat masyarakat sangat kecewa.