jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Yoyok Riyo Sudibyo menyatakan penting bagi Badan Intelijen Negara (BIN) melaksanakan tugasnya dengan profesional pada 100 hari kerja dan dalam memantau Pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 mendatang.
Yoyok mendorong BIN untuk memastikan tidak ada gangguan dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024, bukan menjadi alat politik untuk memenangkan salah satu paslon.
"BIN seharusnya tidak menjadi alat politik untuk kelompok tertentu. Tadi sudah disampaikan bahwa BIN tidak menjadi corong untuk pemenangan dari sebuah partai atau perseorangan. Jadi, BIN tetap tunduk, patuh perintah dari presiden," kata Yoyok seusai mengikuti rapat dengar pendapat dengan Kepala BIN M. Herindra dan jajarannya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (4/11).
Yoyok melihat BIN di bawah kepimimpinan baru Herindra memiliki visi-misi yang jelas selama 100 hari kerja dan menangkal gangguan pada pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Namun, di sisi lain, anggota Fraksi Partai NasDem ini juga berharap Herindra bisa menjadi koordinator intelijen seluruh Indonesia.
"Karena memang masih, kadang pelaporan-pelaporan daerah rawan, pelaporan-pelaporan yang kejadian-kejadian itu masih tidak sinkron antara aparat intelijen yang di tempat atau instansi lain, misalkan kepolisian, misalkan Bea Cukai, misalkan kejaksaan, itu BIN daerah dan juga Kodam, kemudian Polda itu masih banyaknya belum sinkron. Oleh karena itu, saya dari Komisi I itu sangat menekankan Badan Intelijen Negara untuk benar-benar menjadi koordinator dari seluruh aparat intelijen yang ada," jelas dia.
Yoyok mengatakan sejauh ini koordinasi antarinstansi intelijen masih lemah. Antarinstansi masih bergerak sebatas formalitas dalam bertukar informasi yang menyangkut keamanan.
"Kalau di negara berarti komunitas di levelan pusat, di provinsi, levelan provinsi, di kabupaten, levelan kabupaten. Sehingga ada keselarasan tentang ancaman ya, tentang ancaman yang ada sekarang ini. Bisa semua masyarakat melihat ancaman terdepan, terdekat ini satu misalkan ya, itu masalah separatis terutama di Papua," kata Yoyok.
Mantan Bupati Batang dua periode itu menambahkan terlalu banyak korban sipil dan TNI di Papua. Kemudian mengenai demokrasi kita, yang dalam tanda kutip beberapa orang menyebutkan yang paling brutal pada Pilpres kemarin.