jpnn.com - Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA), asosiasi perhotelan di Indonesia, menanggapi kontroversi kewajiban sertifikasi halal yang dikeluarkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Ketua Bidang Hukum IHGMA Erick Erlangga menyatakan dukungannya terhadap penerapan Undang-undang (UU) Nomor 33 Tahun 2024 tentang Jaminan Produk Halal.
“Kami mendukung undang-undang ini dan berharap bisa terlibat dalam diskusi langsung untuk memastikan implementasi yang tepat di sektor perhotelan,” kata Erick dalam keterangannya, Minggu (27/10).
“Namun, kami merasa perlu untuk mengklarifikasi beberapa hal, khususnya mengenai kewajiban sertifikasi yang lebih tepat diterapkan pada pemasok daripada hotel,” lanjutnya.
Erick menekankan bahwa dalam konteks operasional hotel, proses sertifikasi harus dipahami dengan bijaksana. Kebijakan wajib sertifikasi halal pun, menurut dia, lebih tepat diperuntukan bagi pemasok ketimbang hotel.
“Hotel pada umumnya tidak melakukan penyembelihan hewan secara langsung, tetapi membeli bahan baku dari pemasok yang seharusnya telah memiliki sertifikasi halal. Oleh karena itu, seharusnya pemasok yang mendapatkan sertifikasi halal, sehingga hotel bisa memastikan bahan baku yang diterima sudah sesuai standar hotel,” jelasnya.
Ia pun menyoroti masa transisi yang diatur dalam undang-undang tersebut, di mana kewajiban sertifikasi halal bagi UMKM baru akan berlaku penuh pada tahun 2026.
“Ini menjadi tantangan tersendiri bagi hotel-hotel di berbagai daerah yang banyak bergantung pada pasokan dari UMKM setempat. Masalahnya, bagaimana hotel-hotel ini dapat memastikan bahan baku halal sebelum masa transisi selesai pada tahun 2026,” terangnya.