jpnn.com, JAKARTA - Kasus intoleransi beragama yang terus berulang di Indonesia memunculkan kekhawatiran.
Sebab intoleransi bukan sekadar persoalan sosial biasa, tetapi juga bisa membuka jalan lahirnya terorisme jika tidak ditangani secara serius.
Ketua Badan Pengurus SETARA Institute Ismail Hasani mengatakan tidak ada terorisme yang terbentuk secara tiba-tiba.
Menurut dia, kasus intoleransi beragama yang kerap terjadi di Indonesia bisa menjadi langkah awal menuju paham tersebut.
"Intoleransi adalah anak tangga pertama menuju terorisme atau ekstremisme kekerasan. Ketika kita membiarkan intoleransi terus terjadi, maka sebenarnya kita sedang menyemai radikalisme dalam bentuk ekstremisme kekerasan. Minimal memberi ruang bagi konsolidasi aktor dan jaringan radikal atau ekstremis," kata Ismail Hasani, saat dihubungi, Rabu (27/8).
Ismail menyatakan, intoleransi beragama tidak hanya mengancam persatuan dan kerukunan bangsa, tetapi juga bisa melemahkan modal sosial untuk melaksanakan agenda-agenda pembangunan nasional.
"Kita tidak akan membangun secara optimal kalau antar-elemen anak bangsa justru saling 'berperang' satu sama lain," ujarnya.
Ismail berharap pemerintah melalui lembaga-lembaga seperti Kementerian Agama, Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) terus melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi masalah intoleransi beragama agar tidak terulang lagi.