Seorang Ibu Tolak Belikan Anak Snack Terafiliasi Israel Viral, Dapat Respons Positif

1 week ago 4

jpnn.com, JAKARTA - Gerakan boikot produk proIsrael ternyata memicu perubahan signifikan dalam perilaku konsumen.

Konsumen menjadi lebih peka dan berhati-hati sebelum membeli dan mengonsumsi merek atau produk tertentu, terutama yang asal-usulnya terkait dengan rezim Zionis.

Hal tersebut terlihat nyata dalam sebuah video TikTok yang belum lama ini viral dan menjadi percakapan netizen.

Video amatir tersebut merekam momen seorang ibu rumah tangga mencoba membujuk putranya yang ngotot membeli biskuit merek asing, saat mereka berbelanja di minimarket.

"Itu produk Israel," kata sang ibu mencoba mengurungkan niat anaknya.

Dia langsung minta anaknya untuk mengembalikan biskuit yang sudah dipegangnya itu ke rak pajang.

"Pilih yang lain saja, nak," katanya masih dengan keranjang belanja di tangan.

Namun, sang anak seperti bersikukuh membeli biskuit favoritnya itu.

"Taruh lagi, nak," kata sang Ibu, kembali berusaha mengambil hati anaknya. "Ini produk Israel. Di sekolah kamu kan sudah diajarin kalo enggak boleh dukung Israel."

Tak begitu jelas seperti apa akhir dari kejadian unik di video amatir tersebut.

Namun video itu, yang diunggah oleh akun @dindaayucita di TikTok, telah disaksikan lebih dari lima juta penonton, dan mendapatkan banyak respons positif.

Mayoritas warganet bersimpati pada sang Ibu yang sabar mengajarkan anaknya tentang boikot produk proIsrael.

"Jangan yah dek, masih banyak jajanan yang lain," kata seorang netizen mengomentari.

"Ibunya sabar banget, kalau saya udah ikut 'tantrum' mungkin," kata komentar lainnya.

Oreo adalah merek biskuit milik Mondelez, perusahaan raksasa makanan dan minuman asal Amerika Serikat yang memiliki tentakel produksi dan penjualan di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Mondelez diketahui banyak berinvestasi di sektor makanan dan minuman di Israel dan karenanya produk perusahaan tersebut menjadi sasaran boikot dalam setahun lebih terakhir.

Selain Oreo, gerakan boikot di berbagai negara juga menyasar sejumlah produk populer Amerika Serikat, utamanya gerai kopi modern Starbucks, restoran cepat saji KFC dan McDonalds serta semua produk keluaran Nestle.

Boikot tersebut merupakan bentuk perlawanan warga global atas kebijakan Amerika Serikat di Timur Tengah, utamanya atas Israel.

Dukungan pendanaan dan persenjataan Amerika dan negara-negara Eropa dalam setahun terakhir ikut berkontribusi dalam agresi Israel di Gaza dan, belakangan Lebanon, yang telah menewaskan lebih dari 50.000 orang sejak Oktober tahun lalu.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI), Ahmad Himawan, menyatakan bahwa boikot merupakan langkah yang realistis bagi Muslimin Indonesia dalam membantu Palestina dan umat Muslim di Timur Tengah secara keseluruhan.

"Hal yang paling mudah dilakukan umat Muslim dalam mendukung Palestina adalah dengan memboikot produk pro Israel. Apalagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa, jadi umat Islam tidak perlu lagi ragu," kata Himawan belum lama ini.

Pada November 2023, MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 Tentang "Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina".

Fatwa tersebut mendorong umat Islam "semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme".

Rekomendasi MUI tersebut diperkuat dengan Fatwa MUI No. 14/Ijtima’ Ulama/VIII/2024 tentang Prioritas Penggunaan Produk dalam Negeri, di mana lembaga mendorong warga Muslimin ikut membangkitkan ekonomi nasional dengan mengkonsumsi produk lokal dan menghindari segala produk terafiliasi maupun diimpor langsung dari Israel.

Sekaitan itu, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Cholil Nafis, juga mengingatkan bahwa mendukung kemerdekaan Palestina merupakan bagian dari tanggung jawab moral umat Islam.

"Umat Islam harus terus membantu warga Palestina, baik melalui doa maupun tindakan nyata seperti boikot produk proIsrael," jelasnya.(ray/jpnn)

Gerakan boikot produk proIsrael ternyata memicu perubahan signifikan dalam perilaku konsumen.

Read Entire Article
Koran JPP|