jpnn.com, JAKARTA - Indonesia mengalami defisit anggaran mencapai Rp 616 triliun pada tahun 2025. Hal ini merupakan dampak langsung dari kebijakan fiskal agresif yang dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya, terutama di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Melihat hal itu, Pengamat Hukum dan pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho menilai pemerintahan yang baru era Presiden Prabowo mengalami tantangn besar dalam mengelola defisit anggaran.
Guna menghadapi tantangan tersebut, pemerintahan Prabowo harus menyeimbangkan antara pembiayaan defisit dengan kebutuhan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dan melindungi kepentingan rakyat.
Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah memastikan investasi di sektor produktif yang memiliki dampak jangka panjang bagi ekonomi nasional, sembari menjaga efisiensi belanja negara.
“Dengan mengurangi risiko korupsi dan kebocoran anggaran serta mengarahkan utang pada sektor-sektor yang produktif, saya percaya pemerintahan Prabowo mampu mengelola defisit ini dengan lebih baik meskipun tantangan yang diwariskan cukup berat," kata Hardjuno.
Hardjuno menyarankan pengelolaan defisit ini memerlukan kebijakan fiskal yang disiplin dan berhati-hati serta reformasi struktural dalam pengelolaan utang.
"Pemerintahan Prabowo harus lebih fokus pada efisiensi dan memastikan bahwa utang digunakan untuk kepentingan rakyat secara luas, bukan hanya untuk melanjutkan proyek-proyek yang bersifat jangka pendek," ujarnya.
Meski demikian, Hardjuno optimistis pemerintahan Presiden Prabowo bisa menghadapi situasi ini.