jpnn.com, JAKARTA - Setelah puluhan tahun hanya tercatat sebagai penerimaan negara tanpa dapat dimanfaatkan, kini Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari denda tilang kendaraan bermotor bisa digunakan oleh tiga lembaga penegak hukum: Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.
Keberhasilan ini merupakan buah perjuangan panjang lebih dari lima tahun sejak 2020, yang digerakkan oleh Korlantas Polri melalui Kombes I Made Agus Prasatya dengan dukungan penuh Kejaksaan Agung RI dan Mahkamah Agung RI.
Sebelumnya, berdasarkan KUHAP dan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, pengelolaan PNBP tilang dilaksanakan oleh Kejaksaan. Pada praktiknya, proses penegakan hukum pelanggaran lalu lintas sesungguhnya melibatkan tiga pilar, yakni Polri sebagai penindak, Mahkamah Agung melalui pengadilan negeri, dan Kejaksaan Agung sebagai eksekutor.
Berangkat dari prinsip sinergitas, Korlantas Polri mendorong gagasan pengelolaan PNBP tilang secara kolaboratif antarlembaga. Selama hampir lima tahun, Kombes I Made Agus Prasatya konsisten mengawal proses ini meskipun diwarnai dinamika dan berbagai pertimbangan.
Salah satunya muncul pada 2022, ketika usulan Kapolri mengenai distribusi PNBP tilang belum dapat diterima Kementerian Keuangan karena dinilai memerlukan landasan hukum yang lebih kuat dalam bentuk Inpres atau Perpres.
Dialog intensif dengan Kejaksaan Agung kemudian membuka jalan. Kedua institusi sepakat mendorong inovasi kolaborasi Criminal Justice System (CJS) dalam penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas melalui ETLE Nasional Presisi yang didukung pembiayaan dari PNBP tilang.
Untuk memperkuat langkah tersebut, dibentuk Tim Pokja bersama yang merumuskan konsep surat bersama oleh Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung. Hasilnya, ketiga lembaga sepakat membagi proporsi pemanfaatan PNBP tilang: Kejaksaan 40 persen, Mahkamah Agung 30 persen, dan Polri 30 persen.
Puncaknya, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 100 Tahun 2024 tentang Penyetoran dan Pencatatan PNBP dari denda pelanggaran lalu lintas. Regulasi ini resmi berlaku per 1 Januari 2025 dan menjadi dasar hukum bagi Polri, Kejaksaan, serta Mahkamah Agung untuk mengajukan izin penggunaan dana tersebut.