jpnn.com, JAKARTA - Ketegangan di kawasan maritim Asia Timur kembali meningkat setelah pernyataan Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, yang menyebut kemungkinan serangan Republik Rakyat China (RRC) terhadap Taiwan sebagai ancaman bagi negaranya.
Respons keras Beijing membuat situasi di kawasan makin tidak menentu, terutama bagi negara-negara di sekitar Asia Timur, termasuk Indonesia. Upaya Jepang meredam ketegangan tidak direspons positif oleh China.
Sebaliknya, eskalasi meningkat melalui langkah pembatasan perjalanan warganya ke Jepang, penghentian impor makanan laut dari Jepang, dan manuver militer di sekitar Kepulauan Senkaku.
Situasi memanas setelah radar pengendali tembakan pesawat tempur China terdeteksi mengarah ke jet Jepang di dekat Okinawa.
Sejumlah pemerhati hubungan internasional dan keamanan menilai Indonesia perlu mempertahankan posisi netral dan meningkatkan kesiapan militernya untuk mengantisipasi dampak ketegangan kawasan.
Waasintel TNI, Laksamana Pertama TNI Oka Wirayudhatama, menjelaskan bahwa Taiwan memiliki posisi strategis dalam rantai pasokan semikonduktor global sekaligus menjadi bagian dari “rantai pertahanan pertama” China.
“Taiwan adalah titik bagi kekuatan luar kawasan untuk mengamati China,” ujarnya dalam diskusi panel berjudul Menghadapi Risiko Eskalasi di Indo Pasifik: Strategi Indonesia Menjaga Kepentingan Nasional di Tengah Rivalitas China-Jepang,” yang diselenggarakan oleh Fakultas Strategi Pertahanan (FSP) Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI) bersama dengan Forum Sinologi Indonesia (FSI), di Jakarta, 8 Desember 2025.
Laksma Oka menilai eskalasi Asia Timur dapat berdampak langsung pada Asia Tenggara, termasuk Indonesia, karena ketergantungan ekonomi pada Jepang, China, dan Taiwan.

2 hours ago
1





















































