jpnn.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) saat ini sedang melakukan kajian terkait rencana revisi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).
Urgensi revisi undang-undang Pemda dipicu munculnya UU baru tentang minerba, UU Cipta Kerja dan UU tentang Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Selain hadirnya UU terbaru yang menuntut perubahan UU Pemda, juga adanya sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi.
Dekan Fakultas Manajemen Ilmu Pemerintahan Institusi Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Halilul Khair mengupas soal ketidak selarasnya antara UU Pemda dengan 3 undang-undang terbaru tersebut.
“Awal dibentuknya UU Pemda adalah untuk mengatur eksistensi daerah otonom. Yakni pengakuan terhadap masyarakat daerah lokal untuk mereka menjadi badan hukum publik untuk mengatur dan mengurus diri sendiri. Artinya urusan-urusan tidak diputuskan oleh pusat semuanya tapi diputuskan oleh rakyat di daerah,” kata Halilul Khairi.
Menurut Halilul, UU Pemda itu mengatur daerah otonom, pemerintahan daerahnya, dan kewenangan yang boleh mereka lakukan serta pembiayaannya, personel hingga mengatur hubungan pusat dan daerah.
“Secara umum sejak diberlakukannya mulai tahun 2014 implementasinya sudah cukup baik. Pemerintah daerah punya kewenangan otonomi yang cukup baik dan daerah melalui penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui Pemda dan DPRD sudah menjalankan fungsi sesuai UU Pemda tersebut. Meskipun dalam beberapa hal ada yang belum memuaskan dan belum memadai,” kata Halilul Khairi.
Menurut Halilul, membicarakan UU Pemda sama halnya dengan membahas dua pertiga Republik Indonesia karena dua pertiga urusan negara itu ada di daerah, kabupaten dan provinsi.