jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin mengatakan konsolidasi demokrasi di banyak negara demokrasi modern masih mengalami pasang surut.
Transisi demokrasi sering kali menimbulkan korban jiwa dan konflik berkepanjangan, terutama di negara-negara Islam.
“Kita bersyukur hal itu tidak berlaku bagi Indonesia dan Tunisia. Reformasi Indonesia 1998 dan revolusi Tunisia 2011 telah membuka ruang demokratisasi pada kedua negara,” ujar
Sultan B Najamudin saat menerima kunjungan utusan salah satu partai politik terbesar Tunisia "Nahdhoh", Mr. Moadh Kheriji di Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (8/11/2024).
"Alhamdulillah, Indonesia dan Tunisia telah sama-sama menjadi negara demokrasi yang terus mengalami perkembangan yang berarti. Kami sangat tersanjung, hari ini kami dikunjungi oleh seorang tokoh politik dari partai terbesar dalam parlemen Tunisia, Partai An Nahdhoh,” ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Jumat (8/11).
Sultan mengatakan pihaknya bersepakat untuk meningkatkan penguatan hubungan kerja sama bilateral dan parlemen kedua negara.
“Kami dapat memahami konsolidasi demokrasi Tunisia sedang diuji pasca Parlemen dibubarkan melalui dekrit presiden Kais Saied pada 2021 lalu. Hal ini tentu sangat disayangkan, karena lembaga Parlemen adalah ruh daripada demokrasi,” tegas Senator asal Bengkulu itu.
Sultan yang didampingi oleh Senator Abdul Hakim asal Lampung dan Senator Happy Djarot asal Jakarta itu mengatakan pihaknya bersama Mr. Moadh Kheriji berkomitmen untuk mengembangkan demokrasi di negara-negara muslim. Sebab, Islam adalah negara yang demokratis.