jpnn.com, JAKARTA - Survei tahunan Schneider Electric, Green Impact Gap 2024, yang dilakukan di sembilan negara Asia dengan melibatkan 4.500 pemimpin bisnis, termasuk Indonesia, menunjukkan kesadaran perusahaan-perusahaan di Asia makin tinggi dalam mengutamakan keberlanjutan.
Mereka meyakini dampak positifnya terhadap inovasi dan peluang bisnis.
Di Indonesia, 98 persen pemimpin bisnis mengatakan telah menetapkan target keberlanjutan, dengan 71 persen pemimpin bisnis menyatakan keberlanjutan sebagai prioritas utama.
Sebanyak 48 persen dari mereka mengatakan peningkatan peluang bisnis merupakan pendorong utama inisiatif keberlanjutannya.
Selain itu, 38 persen perusahaan di Indonesia menyatakan berencana menginvestasikan lebih dari USD 1 juta untuk meningkatkan keberlanjutan operasional mereka dalam dua tahun ke depan, dengan digitalisasi (44 persen) dan keberlanjutan rantai pasokan (43 persen) menjadi dua fokus utama dalam investasi ini.
"Terlepas tingginya kesadaran dari tujuan keberlanjutan (98 persen), tetapi baru setengahnya (51 persen) yang memiliki rencana aksi yang jelas termasuk upaya dekarbonisasi," kata Cluster President Schneider Electric Indonesia & Timor Leste Martin Setiawan saat memaparkan laporan Green Impact Gap Survey 2024 di Jakarta, Kamis (7/11).
Beberapa tantangan yang menjadi hambatan dalam upaya dekarbonisasi mereka, seperti keterbatasan ketersediaan energi bersih atau energi baru dan terbarukan (EBT) yang belum mencukupi kebutuhan (39 persen), kendala operasional, kebijakan, dan finansial (masing-masing 32 persen), serta minimnya akses terhadap data yang memadai (29 persen).
“Kendala utama yang sering kami temui adalah keterbatasan data operasional yang menyebabkan para pelaku bisnis kesulitan dalam memetakan masalah dan mengambil langkah strategis dalam memulai aksi keberlanjutan," ungkapnya.