jpnn.com - Empat tahun lalu, Laurencia Eni memulai usahanya dari sesuatu yang sangat sederhana: memproduksi camilan khas Indonesia yang dinamai sebagai Bencho atas permintaan atau pesanan orang lain.
Bencho merupakan produk keripik tempe yang dijual dalam berbagai varian mulai dari sapi panggang hingga rasa coklat.
Sebelumnya Laurencia hanya menjalankan produksi sesuai pesanan, tanpa merek sendiri, tanpa sistem distribusi, dan tanpa bayangan bahwa suatu hari produknya akan dikenal hingga ke luar negeri.
"Kami hanya mengerjakan produksi berdasarkan permintaan. Fokusnya di dapur saja, tanpa brand, tanpa strategi ekspor. Jujur, waktu itu kami bahkan tidak terpikir bisa melangkah sejauh ini," kisah Laurencia.
Sebagai pelaku UMKM, hambatan yang dihadapinya cukup berat. Urusan legalitas, dokumen ekspor, dan prosedur distribusi internasional terasa seperti dunia lain yang sulit diakses.
Namun titik balik datang ketika ia mengikuti sebuah seminar ekspor yang memperkenalkannya pada Master Bagasi, platform cross-border e-commerce karya anak bangsa pertama di Indonesia yang membuka peluang baru bagi pelaku usaha seperti dirinya.
“Menurut saya, Master Bagasi adalah pionir. Platform lokal tapi visinya global. Kami langsung tertarik karena mereka bukan hanya menyediakan akses pasar, tapi juga membantu semua proses yang selama ini terasa rumit, dari legalitas sampai pengiriman,” ungkapnya.
Bergabung dengan Master Bagasi membawa perubahan besar. Produk makanan ringan buatan Laurencia kini bisa dipesan oleh pelanggan internasional, khususnya dari komunitas diaspora Indonesia yang rindu cita rasa tanah air.