jpnn.com, JAKARTA - Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah, Boedyo Darmawan menyatakan saat ini di 35 kabupaten/ kota telah menetapkan Peraturan Kepala Daerah tentang Pembebasan BPHTB bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Oleh karena itu, sebanyak 35 Pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah telah menerapkan kebijakan pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), guna mendukung pemerintah pusat dalam program tiga juta rumah.
Hanya saja, dari 35 daerah tersebut terdapat perbedaan kriteria penerima pembebasan BPHTB bagi MBR. Rinciannya: 22 kabupaten/kota menyatakan bahwa seluruh WNI yang membeli rumah subsidi mendapatkan pembebasan BPHTB, sementara 13 kabupaten/kota lainnya menyatakan bahwa yang mendapatkan pembebasan BPHTB adalah warga masyarakat setempat, dibuktikan dengan KTP.
Menurut Boedyo, kebijakan di 13 kabupaten/kota itu yang dianggap masig menyulitkan, karena banyak juga warga yang membeli rumah di luar daerah asalnya.
“Hal ini menyulitkan, karena di kawasan urban seperti Kota Semarang, banyak MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah). Sedangkan perumahan subsidi itu biasanya di wilayah perbatasan, misalnya Kendal, sehingga terkendala aturan domisili,” jelas Boedyo saat mendampingi Gubernur Jateng, Ahmad Luthfi menerima audiensi dari Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Jawa Tengah di Semarang pada Senin, (15/9).
Dia mengatakan Pemprov Jateng juga telah melakukan berbagai upaya untuk menggenjot penyerapan rumah bersubsidi, di antaranya mulai melakukan pendataan ASN bersama Badan Kepegawaian Daerah (BKD) kabupaten/kota. Dari hasil sementara, terdapat sekitar 13 ribu pegawai pemerintah, yang berpotensi menjadi target pasar rumah subsidi.
Adapun terkait permasalahan backlog, Dinas Perakim Jawa Tengah telah mengidentifikasi permasalahan backlog, baik dari sisi kepemilikan maupun kelayakan.
Boedyo menjelaskan untuk backlog kelayakan, jelasnya, sedang ditangani melalui anggaran APBD provinsi maupun kabupaten/kota.