jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima pengajuan permohonan pelindungan dari Polda Metro Jaya untuk 86 anak korban ledakan di SMAN 72 Jakarta.
Permohonan tersebut berkaitan dengan tindak pidana dengan sengaja menimbulkan ledakan dan/atau keadaan yang membahayakan nyawa orang lain, sebagaimana diatur Pasal 355 KUHP, Pasal 187 KUHP, serta Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menegaskan bahwa pemulihan korban anak adalah prioritas utama yang bisa dilakukan oleh LPSK.
Dia menjelaskan bagi LPSK, penanganan korban ledakan SMA 72 bukan sekadar memberikan pelindungan dan pemulihan fisik, tetapi juga memulihkan rasa aman, kesehatan mental, dan keberlangsungan masa depan anak.
“Yang paling utama adalah memastikan anak-anak tidak menanggung trauma ini sendirian. Negara wajib hadir memberikan pelindungan menyeluruh,” ujar Susilaningtias dalam keterangannya, Kamis (27/11).
Dia mengatakan peristiwa ledakan di SMA 72 masuk dalam kategori tindak pidana lain yang mengancam keselamatan jiwa, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang pelindungan Saksi dan Korban.
Artinya, lanjutnya, meskipun kasus tidak termasuk dalam kelompok tindak pidana khusus seperti terorisme, ancaman terhadap nyawa korban menjadi dasar hukum kuat bagi korban untuk mendapatkan pelindungan LPSK.
Selain itu, karena mayoritas korban adalah anak maka ketentuan dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang pelindungan Anak turut diberlakukan.

3 hours ago
1





















































