jpnn.com, JAKARTA - Banyaknya wisatawan yang datang ke Indonesia ternyata tidak diiringi dengan penuhnya hunian hotel. Tingkat okupansi hotel di sejumlah destinasi unggulan justru menurun sehingga membuat para pelaku usaha menjerit.
Setelah diteliti oleh PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Bali, penurunan tingkat hunian hotel meskipun kunjungan wisatawan meningkat, disebabkan oleh maraknya akomodasi ilegal. Akomodasi ilegal ini, seperti rumah tinggal yang dialihfungsikan menjadi hotel atau vila tanpa izin operasional, diperkirakan mencapai ribuan unit di Bali.
Terkait hal ini, Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Rizki Handayani Mustafa mengatakan bahwa pihaknya tidak tinggal diam. Pihaknya pun tengah mengkoordinasikan langkah bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait untuk menyikapi situasi yang dikeluhkan pelaku industri pariwisata.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM untuk mereviu perizinan berusaha, khususnya usaha properti yang secara praktik di lapangan difungsikan sebagai akomodasi tanpa izin,” katanya kepada wartawan, Kamis (22/5).
Selain di Bali, akomodasi ilegal ini juga terjadi di kota-kota besar lainnya. Sejumlah vila dan hunian pribadi disulap menjadi akomodasi wisata tanpa legalitas yang jelas, namun tetap ditawarkan secara luas melalui platform atau online travel agent (OTA) asing.
Keberadaan mereka bukan hanya membuat persaingan tidak sehat, tetapi juga mengancam keberlangsungan ekosistem pariwisata lokal yang telah taat regulasi.
Rizki, turut mendukung langkah Pemerintah Provinsi Bali dalam membentuk Satgas Pengawasan Akomodasi Pariwisata Bali untuk menangani maraknya hotel dan vila ilegal.
"Kami juga mendorong daerah lainnya untuk melakukan hal serupa," serunya.