jpnn.com, JAKARTA - Pegiat antikorupsi Uchok Sky Khadafi menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertindak lelet dalam mengembangkan penanganan kasus suap izin usaha pertambangan (IUP) di Maluku Utara (Malut).
Direktur Center for Budget Analysis (CBA) itu berpendapat meninggalnya mantan Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba (AGK) sebagai sosok sentral dalam perkara tersebut semestinya tidak menggugurkan perbuatan pidana pihak lain yang terlibat.
“Menurut kami, pengusutan perkara ini terlalu lambat. Kasus ini sudah bergulir sejak 2024 lalu, tetapi sampai sekarang belum ada perkembangan berarti,” ujar Uchok dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Senin (22/9).
AGK terjaring operasi tangkap tanan KPK pada 18 Desember 2023. Dalam operasi senyap itu, KPK juga mengamankan uang Rp 725 juta dari total suap Rp 2,2 miliar.
Di persidangan terungkap adanya suap kepada AGK yang terkait dengan pengelolaan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di Malut. Aliran suap itu berasal dari Presiden Direktur PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) Romo Nitiyudo Wachjo alias Haji Robert.
Surat dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU) KPK membeber tentang pemberian uang Rp 2,2 miliar dari Haji Robert untuk AGK. Pemberian itu dilakukan di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Ada pula pemberian sebesar Rp 3,34 miliar yang mengalir pada periode April 2021 hingga Maret 2023 melalui rekening pihak lain yang terkait dengan PT NHM. Saat bersaksi, Haji Robert mengaku pernah memberikan uang Rp 2,2 miliar kepada Thoriq Kasuba yang notabene putra AGK.
AGK dinyatakan bersalah. Syahdan, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ternate menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara denda Rp 300 juta kepada politikus asal Halmahera itu.