jpnn.com - Sekretaris Jenderal Laskar Merah Putih (Sekjen LMP) Abdul Rachman Thaha (ART) menilai Kejaksaan Agung kerap dihadapkan pada kebisingan yang sengaja dibuat para buzzer atau pendengung ketika menangani perkara.
"Kejaksaan menangani perkara, itu biasa. Itulah fokus kerja Kejaksaan. Namun penegakan hukum memang pelik. Banyak kebisingan, baik yang dimunculkan oleh buzzeRp (pendengung bayaran) maupun peserta aksi unjuk rasa bayaran," kata Abdul Rachman, Selasa (22/4/2025).
Dia menyampaikan itu setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan peran advokat MS (Marcella Santoso), advokat dan dosen JS (Junaedi Saibih), dan Direktur Pemberitaan JAK TV TB (Tian Bahtiar) dalam kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice).
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar pada Selasa dini hari (22/4/2025) mengatakan bahwa persekongkolan ini dimulai ketika tersangka MS dan JS memerintahkan tersangka TB untuk membuat narasi negatif yang menyudutkan Kejagung.
Narasi negatif tersebut untuk penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022, tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama tersangka Tom Lembong, dan perkara korupsi ekspor CPO.
Menurut Abdul Rachman, dalam ungkapan lebih rendah lagi, para buzzerRp acap disebut sebagai pasbung alias pasukan nasi bungkus. Medan operasi mereka, kalau bukan dunia real, ya, dunia virtual.
Ketika Kejaksaan berkutat pada fakta-fakta, katanya, para pasbung melakukan rekayasa sosial dengan menyesatkan persepsi citizen dan netizen. Fakta dirusak dengan persepsi jahat.
"Oleh pasbung, persepsi jahat yang digulirkan di jagat maya dan jalan raya itu dikemas seolah bersifat organik, alami, betul-betul disuarakan oleh publik, padahal persepsi menyimpang itu digalang secara terorganisasi oleh cukong," tuturnya.