jpnn.com, JAKARTA - Lembaga pemerhati kinerja parlemen, Indonesian Parliementary Center (IPC) menyampaikan beberapa catatan kritis setelah tunjangan reses anggota DPR meningkat tajam dari Rp 400 juta ke Rp 702 juta.
Diketahui, reses adalah kegiatan yang dilaksanakan anggota DPR RI menyerap dan menindaklanjuti aspirasi dari masyarakat di masing-masing daerah pemilihan (dapil).
Peneliti IPC Ahmad Hanafi mengatakan pertanggungjawaban reses selama ini tidak diatur dan dilakukan dengan baik oleh DPR, sehingga sisi transparansi anggaran dipertanyakan.
"Kita tidak bisa mengakses laporan penggunaan dana reses, termasuk tindaklanjutnya," kata dia kepada awak media seperti dikutip Rabu (15/10).
Kemudian, kata dia, dasar hukum dan aturan anggota DPR menerima kenaikan tunjangan reses tak jelas.
"Apa dasar kenaikan reses, sementara pelaksanaan yang sekarang saja tidak bisa diakses dan diukur keberhasilan representasinya," ungkapnya.
Hanafi mengatakan terbuka peluang penyelewengan tunjangan reses ketika laporan pertanggungjawaban dana tidak transparan.
"Membuka peluang lebar untuk menggunakan dana reses tidak sesuai dengan tujuannya. Sepanjang persyaratan itu tidak dilakukan DPR, dana reses seberapa pun akan menimbulkan kecurigaan publik," ungkap dia.