jpnn.com, JAKARTA - Muncul wacana agar Program Makan Bergizi Gratis (MBG) disetop. Namun, tidak sedikit yang menolaknya lantaran dianggap memiliki lebih banyak dampak positif.
Program MBG belakangan ini sering dikritik, seperti yang disampaikan oleh sejumlah media nasional. Hal ini dipicu oleh berbagai masalah sejak program ini diluncurkan.
Seperti yang menjadi sorotan adalah adanya kendala pembayaran mitra dapur MBG yang terjadi di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kalibata, Jakarta Selatan.
Bahkan, kasus keracunan massal menimpa puluhan siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Cianjur, Jawa Barat membuat program MBG semakin diragukan.
Direktur Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan menilai wacana agar MBG dihentikan dapat menimbulkan kerugian, terutama adalah anak-anak dari keluarga rentan yang mengharapkan dukungan negara untuk bertahan hidup.
“MBG bukan program biasa. Ini adalah intervensi terarah untuk mengatasi tiga persoalan mendasar bangsa: Gizi buruk, kemiskinan struktural, dan minimnya lapangan kerja lokal,” ungkapnya.
Iwan mengakui program MBG memiliki banyak kekurangan. Namun, tak sedikit memberikan dampak besar bagi masyarakat.
“April ini sudah tiga juta anak Indonesia telah mendapat manfaat dari MBG. Dapur komunitas tumbuh di ribuan titik membuka ribuan lapangan pekerjaan baru, dan petani lokal mulai merasakan peningkatan permintaan dari rantai pasok pangan yang terbangun,” katanya.