jpnn.com, JAKARTA - Keputusan Presiden Nomor 69/M Tahun 2024 yang secara mendadak memberhentikan Komisioner Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) memicu kritik keras dari pihak terdampak.
Kuasa hukum KTKI, Yuherman, dan salah satu Komisioner KTKI Rachma Fitriati, menilai kebijakan tersebut melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB), hak asasi manusia (HAM), dan asas kepastian hukum.
“Sebagian dari kami terpaksa berpindah profesi secara mendadak. Bahkan ada yang kini menjadi pengemudi daring. Ini menyakitkan,” kata Rachma Fitriati, Komisioner KTKI, dalam pernyataannya, Senin (26/5/2025).
Polemik bermula saat masa jabatan komisioner diakhiri hanya delapan hari setelah diumumkannya seleksi calon pimpinan Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), lembaga pengganti KTKI.
“Sebagian dari kami terpaksa berpindah profesi secara mendadak, bahkan ada yang kini menjadi pengemudi daring. Ini menyakitkan,” ujar Rachma Fitriati, dalam keterangannya, Jumat (30/5).
Rachma menyebut pemberhentian dilakukan tanpa proses transparan dan akuntabel, padahal Pasal 450 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menyatakan KTKI tetap berwenang hingga konsil baru terbentuk.
“Pasal itu menjamin keberlanjutan tugas kami, tetapi yang terjadi justru pemecatan mendadak dan secara sepihak,” tegasnya.
Dia juga menyoroti ketidaksesuaian antara Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 12 Tahun 2024 Pasal 50 dengan undang-undang.