jpnn.com, JAKARTA - Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) hari ini (19/5) melakukan audiensi dengan Komisi X DPR RI untuk menyampaikan penolakan terhadap proyek penulisan ‘sejarah resmi’ Indonesia yang saat ini dikerjakan oleh Kementerian Kebudayaan.
Aliansi yang terdiri dari sejarawan, aktivis hak asasi manusia, tokoh masyarakat, dan akademisi dari berbagai disiplin ilmu. Mereka menilai program yang digagas oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon berpotensi menjadi instrumen legitimasi kekuasaan dan menutup peluang diskusi tentang masa lalu bangsa secara demokratis.
“Ini mendapat dukungan cukup luas masyarakat tentang kecemasan mengenai proyek penulisam ulang sejarah yang diumumkan oleh pemerintah beberapa waktu yang lalu karena itu mempunyai implikasi untuk menciptakan tafsir tunggal terhadap sejarah,” kata Ketua AKSI, Marzuki Darusman, setelah melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi X DPR, Senin (19/5).
“Yang paling berbahaya adalah proyek ini bisa digunakan untuk mencuci dosa rezim baik yang berjalan saat ini maupun yang terjadi selama masa Orba dimana pelanggaran HAM berat masif terjadi,” terang Marzuki.
Sementara itu, sejarawan Asvi Warman Adam menuturkan, Proyek ambisius penulisan ‘sejarah resmi’ Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan ini juga tidak memenuhi kaidah sebagai suatu produksi ilmu pengetahuan sejarah. Proyek ini hanya menghasilkan penggelapan sejarah bangsa. Penyebarluasannya akan berdampak luas bagi kesalahan berpikir generasi muda dan akan merugikan kelanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan.
“Sejarah bukanlah monumen tunggal yang bisa dipahat oleh satu kekuasaan, dihasilkan dari suatu proyek politik, yang diragukan akuntabilitas dan kredibilitas metodenya,” kata Asvi.
Asvi menilai kerangka konsep yang disusun oleh tiga editor umum dalam proyek ini sudah memenuhi kriteria yang diungkapkan oleh Anton Debaets dalam bukunya "Responsible History", yang membahas tentang rekayasa dan penyalahgunaan sejarah.
“Kami menilai apa yang dilakukan Kementerian Kebudayaan ini sebagai bagian dari manipulasi sejarah. Kami melihat bahwa dalam kerangka konsep tersebut sudah ada unsur-unsur penyalahgunaan sejarah yang menurut Anton Debaets disebutkan sebagai rekayasa sejarah,” ujar Asvi.