jpnn.com - MATARAM - Sebanyak 518 honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 2026 karena tidak masuk gerbong non-ASN yang diusulkan menjadi PPPK Paruh Waktu.
Ketua Komisi I DPRD Nusa Tenggara Barat Moh Akri meminta pemerintah provinsi tidak merumahkan 518 tenaga honorer yang belum jelas statusnya.
Dia menegaskan, harus ada solusi yang jelas terkait nasib mereka.
"Saya kira jangan dirumahkan. Harus ada solusi. Harus ada regulasi. Kalau dirumahkan tidak mungkin," ujarnya di Mataram, Selasa (14/10)
Akri mendesak Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB untuk segera mengambil langkah konkret terkait nasib 518 tenaga honorer tersebut.
Bahkan, dirinya pun meminta agar BKD segera bersurat ke seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) guna mengidentifikasi nama-nama honorer tersebut secara akurat.
"Saya kira BKD bisa menyurati OPD terkait. Bahwa nama-nama pegawai honorer 518 itu harus diidentifikasi dengan baik," tegas Akri.
Selain itu, anggota DPRD dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Tengah inj juga meminta data para honorer itu sebaiknya segera diumumkan ke publik agar tidak menimbulkan spekulasi dan keresahan.