jpnn.com, JAKARTA - Setahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka menjadi momentum penting bagi Kementerian Agama (Kemenag) untuk menghadirkan wajah kehidupan beragama yang lebih inklusif, produktif, dan menyejahterakan.
Di bawah kepemimpinan Menteri Agama Nasaruddin Umar, Kemenag meneguhkan komitmennya untuk menerjemahkan Asta Cita ke dalam langkah nyata: menjaga kerukunan yang menjasi prasyarat pembangunan, memperkuat pendidikan keagamaan serta meningkatkan kesejahteraan guru pendidikan agama dan keagamaan.
“Asta Cita bukan sekadar rencana politik, tetapi arah moral bangsa. Di Kementerian Agama, kami terus berupaya agar nilai agama tidak berhenti di mimbar, tetapi hidup dalam kebijakan yang memuliakan manusia,” ujar Menag Nasaruddin Umar dalam refleksi satu tahun perjalanan Kemenag mengawal Asta Cita di Jakarta, Selasa (21/10).
Menjaga dan merawat kerukunan menjadi fondasi utama kerja Kemenag dalam mengawal Asta Cita Presiden — terutama cita ke-8 yang menekankan pentingnya harmoni sosial, toleransi, dan kehidupan beragama yang damai.
Bagi Kemenag, kerukunan bukan hanya soal toleransi, tetapi juga syarat utama pembangunan. Karena tanpa kedamaian sosial, pembangunan tidak akan berjalan d kokoh.
Dalam setahun terakhir, Kemenag mengembangkan sistem dan program yang konkret untuk memperkuat harmoni bangsa. Melalui aplikasi Si-Rukun (Early Warning System), potensi konflik keagamaan bisa dideteksi sejak dini di berbagai daerah.
"Penyuluh agama menjadi garda terdepan dalam mengoperasikan aplikasi ini," ujarnya.
Pengembangan Si-Rukun merupakan ikhtiar bersama seluruh unit eselon I Kemenag, mulai dari Ditjen Bimas Islam, Ditjen Bimas Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, hingga Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB).