jpnn.com, JAKARTA - Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate, Dr. Arwan M. Said menyampaikan pandangannya terkait polemik perdebatan tentang wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto.
Menurut Arwan, perdebatan tentang masa lalu memang tidak bisa dihindari, tetapi bangsa yang dewasa seharusnya mampu menempatkan sejarah secara utuh tidak hanya melihat luka, tetapi juga menghargai jasa.
“Bangsa yang dewasa adalah bangsa yang mampu memaafkan. Luka sejarah memang ada, tetapi tidak boleh menutup pandangan kita terhadap jasa seseorang. Soeharto punya kontribusi nyata dalam pembangunan, stabilitas, dan penguatan kedaulatan bangsa,” kata Arwan dalam siaran persnya, Sabtu (8/11).
Arwan menjelaskan penolakan terhadap wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto sebaiknya tidak dilihat dari kacamata emosional pribadi, melainkan melalui pertimbangan objektif terhadap pengabdian dan kontribusinya bagi Indonesia.
“Kami tidak sedang menulis ulang sejarah, tetapi sedang belajar darinya. Menghormati jasa bukan berarti melupakan kesalahan. Justru dari pengakuan itulah kedewasaan bangsa diuji,” lanjutnya.
Menanggapi pernyataan Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri yang menolak wacana tersebut karena pengalaman masa lalu keluarganya, Arwan menyampaikan empatinya, tetapi juga mengingatkan pentingnya sikap kenegarawanan.
“Saya menghormati Ibu Megawati sebagai tokoh bangsa dan saksi sejarah. Namun, seorang negarawan harus mampu menempatkan pengalaman pribadi dalam bingkai kepentingan yang lebih besar, yakni persatuan bangsa dan penghargaan terhadap seluruh tokoh yang telah berjasa,” jelasnya.
Arwan menilai perbedaan pandangan tentang sejarah adalah hal wajar dalam kehidupan berbangsa.

1 hour ago
1



















































