jpnn.com, JAKARTA - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Mustafa Layong menganggap langkah pemerintah era Prabowo Subianto yang mempertimbangkan Presiden kedua RI Soeharto sebagai pahlawan bertentangan dengan semangat reformasi 1998.
Adapun, semangat reformasi 98 ialah memperjuangkan kebebasan pers dan penghapusan kontrol negara terhadap media.
“Bagaimana mungkin orang yang membungkam pers dijadikan pahlawan? Itu sama saja menampar perjuangan jurnalis dan masyarakat sipil yang berkorban untuk kebebasan," kata Mustafa dalam konferensi pers, Jumat (7/11).
Dia menilai wacana pemberian gelar pahlawan buat Soeharto berisiko memutarbalikkan sejarah dan mengancam kebebasan berekspresi.
“Kalau Soeharto disebut pahlawan, nanti mengkritiknya bisa dianggap menghina Pahlawan Nasional. Ini berbahaya bagi demokrasi dan kebebasan pers,” lanjut Mustafa.
LBH Pers tetap beranggapan wacana pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto mengabaikan sejarah kelam represi terhadap kebebasan media pada era Orde Baru.
Mustafa mengatakan pers di bawah kekuasaan Soeharto memang kehilangan kebebasan, karena dikontrol ketat pemerintah.
“Banyak media dibungkam, aktivis ditangkap, dan hukum digunakan untuk menekan media. Itu fakta sejarah yang tidak bisa dihapus,” ujarnya.

6 hours ago
4



















































