jpnn.com, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Bagus Kusuma Wardhana, meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak pleidoi atau nota keberatan tiga hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait vonis bebas untuk terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada 2024.
Tiga hakim tersebut adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Dalam sidang pembacaan replik atau tanggapan terhadap pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat (2/5), JPU menyatakan bahwa apabila pleidoi para terdakwa ditolak, maka pihaknya meminta majelis hakim mengabulkan seluruh tuntutan terhadap ketiga terdakwa.
"Apabila nota keberatan para terdakwa ditolak, kami meminta Majelis Hakim untuk mengabulkan tuntutan kami terhadap para terdakwa," kata JPU.
JPU menilai bahwa Erintuah dan Mangapul dalam pembelaannya telah mengakui menerima uang dari Meirizka Widjaja Tannur, ibu dari Ronald Tannur, serta penasihat hukumnya, Lisa Rachmat.
Uang itu juga disebut dibagikan kepada Heru Hanindyo. Namun, menurut JPU, keduanya tidak melaporkan penerimaan uang tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagaimana tercantum dalam dakwaan dan diperkuat fakta persidangan.
Terkait pleidoi Heru Hanindyo, JPU menilai terdapat pembelaan yang saling bertentangan. Salah satunya adalah pengakuan bahwa Erintuah bertemu Lisa tanpa sepengetahuan Heru dan Mangapul. Heru juga sempat merasa keberatan karena namanya dibawa dalam kepentingan pribadi Erintuah.
"Padahal di sisi lain dalam persidangan, terdakwa Heru sempat berdalih tidak pernah menerima dan bahkan tidak mengetahui sama sekali terkait dengan penerimaan uang dari Lisa," ujar JPU.
Atas dasar itu, JPU meminta majelis hakim menyatakan ketiganya bersalah secara hukum karena telah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi. Ketiga hakim nonaktif tersebut dituntut pidana penjara antara 9 hingga 12 tahun.