jpnn.com, JAKARTA - Dampak perlambatan ekonomi Tiongkok dan meningkatnya pasokan dari pasar baru seperti Indonesia dan Filipina harga nikel global sempat mengalami tekanan sepanjang 2025.
Di bursa London Metal Exchange (LME), harga nikel sempat turun ke kisaran USD 16.000 per ton dari level tertinggi di atas USD 20.000 per ton tahun sebelumnya.
Kondisi itu menekan margin produsen nikel dunia, terutama di tengah melemahnya permintaan dari sektor baja tahan karat di Tiongkok dan penyesuaian rantai pasok baterai kendaraan listrik.
Namun, di tengah tekanan global tersebut, industri nikel Indonesia justru menunjukkan ketahanan yang kuat berkat percepatan hilirisasi dan konsolidasi produksi di bawah MIND ID Group.
Dua perusahaan tambang besar milik negara, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO), sama-sama mencatatkan kinerja positif sepanjang sembilan bulan pertama 2025.
Dari sisi produksi, ANTAM dan Vale secara kolektif membukukan total 68.755 ton nikel hingga akhir September 2025, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi tersebut terdiri atas 17.520 ton nikel dalam feronikel (TNi) milik ANTAM dan 51.235 ton nikel matte dari Vale Indonesia.
Menurut M. Kholid Syeirozi, Direktur Eksekutif Center of Energy Policy (CEP), capaian ini tidak lepas dari kombinasi antara efisiensi operasi perusahaan dan dukungan kebijakan hilirisasi pemerintah.
“Kinerja tambang, termasuk ANTAM, tumbuh positif karena gabungan perbaikan operasi perusahaan dan ekosistem hilirisasi. Ada kenaikan penjualan berkat meningkatnya permintaan smelter setelah larangan ekspor ore,” ujar Kholid.

2 hours ago
1




















































