jpnn.com, JAKARTA - National Project Manager ENTREV Boyke Lakaseru menilai bahwa percepatan adopsi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) sebagai langkah strategis dalam menekan emisi gas rumah kaca (GRK) dan polusi udara.
Seperti diketahui sejak 2019, berbagai kebijakan telah dijalankan pemerintah untuk mempercepat elektrifikasi sektor transportasi.
Kementerian Perhubungan menargetkan 90 persen angkutan umum massal perkotaan beroperasi dengan tenaga listrik pada 2030, dan meningkat menjadi 100 persen pada 2040. Selain itu, pemerintah juga menargetkan penggunaan 13 juta sepeda motor listrik dan 2 juta mobil listrik pada 2030.
Namun, realisasi adopsi kendaraan listrik masih menghadapi banyak tantangan, khususnya bagi sektor angkutan umum.
Menurut Boyke, untuk sektor angkutan umum, saat ini baru ada 124 bus listrik yang beroperasi di tiga kota, atau sekitar 0,80 persen dari target 2030.
"Kebijakan insentif ini masih lebih difokuskan pada kendaraan pribadi, baik roda dua maupun roda empat. Sementara itu, elektrifikasi transportasi publik, khususnya bus listrik, belum mendapat perhatian yang berimbang dalam alokasi anggaran," kata Boyke.
Boyke juga menyoroti rasio jumlah penduduk terhadap ketersediaan bus di Indonesia yang masih jauh tertinggal dibanding kota-kota global lainnya.
Sebagai contoh, satu bus di New Delhi melayani sekitar 2.500 penduduk, sedangkan di Jakarta satu bus melayani sekitar 5.000 penduduk.