jpnn.com - KULON PROGO - Sebanyak 90 anak muda yang tergabung dalam Gerakan Turun Sekolah (GTS) berdialog dengan 600 siswa dari sebelas sekolah jejaring Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada agenda yang dilaksanakan 7-9 Mei 2025 tersebut terdapat banyak temuan yang diperoleh anak-anak muda tersebut.
"Apa yang kami temukan di lapangan ternyata kebijakan pemerintah selama ini tidak menjawab kebutuhan mereka (siswa)," ujar salah satu volunter GTS Eunike Sekar, saat konferensi pers secara hybrid, Selasa (20/5).
Sekar mencontohkan, banyak siswa tidak memiliki mimpi dan tidak berani bermimpi. Sekolah, menurut dia, gagal menyediakan ruang tersebut untuk murid-muridnya.
Sekolah hanya sekadar rutinitas yang membosankan. Para siswa tidak suka dengan gurunya dan sekolah dianggap tidak menyenangkan.
"Akhirnya, mereka pun mencari-cari sendiri kesenangan mereka," kata Sekar.
Volunter lainnya dari GTS Aliya Zahra menceritakan bahwa para siswa tersebut tidak mendapatkan suasana kebatinan di sekolah. Padahal, apa yang mencoba didialogkan oleh para anak muda adalah hal-hal simpel seperti mimpi-mimpi dan keinginan yang sederhana.
"Mereka tidak punya jawaban atas hal itu. Jawabannya justru keinginan memiliki sekolah yang roto, sekolah gratis," kata Aliya.