jpnn.com, JAKARTA - Aktivis Papua, Charles Kossay menilai pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri yang menolak pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, merupakan luapan emosional. Dia menyebut emosi itu berpotensi membuka kembali luka lama politik bangsa.
Menurutnya, komentar tersebut kurang tepat jika dijadikan dasar menilai kelayakan seseorang memperoleh gelar pahlawan nasional.
“Pernyataan Bu Mega sebagai tokoh yang kita teladani terkesan emosional dan tidak bijak. Jika setiap peristiwa masa lalu dijadikan ukuran, maka bangsa ini akan mengalami kemunduran. Bukan mengambil pelajaran, tetapi justru memperpanjang dendam antarkelompok,” kata Charles dalam keterangannya, Sabtu (8/11).
Dia mengingatkan politik yang diwariskan kepada generasi muda seharusnya dibangun atas dasar ide dan perjuangan, bukan atas dasar iri atau luka masa lalu.
Charles menilai, meski kisah sulitnya pemakaman Presiden Soekarno memang menyentuh hati, hal itu tidak sepatutnya dijadikan alasan menolak jasa kepemimpinan nasional Soeharto.
“Perlu berjiwa besar untuk mengakui perjuangan Soeharto selama memimpin Indonesia. Selama 32 tahun kepemimpinannya, banyak infrastruktur dibangun, ekonomi tumbuh, dan pendidikan berkembang. Catatan jasa itu tidak bisa dihapus hanya karena luka pribadi,” tegasnya.
Charles menambahkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa saat ini jauh lebih penting di tengah tantangan global yang semakin kompleks.
Dia menilai bangsa ini perlu menjaga kedamaian dari Aceh hingga Papua, dengan menghormati semua tokoh bangsa tanpa terjebak pada konflik politik masa silam.

2 hours ago
1



















































