jpnn.com, JAKARTA - Pemulihan kelistrikan Aceh pascabencana banjir dan longsor menuntut langkah bertahap dan penuh kehati-hatian karena kerusakan infrastruktur yang luas dan tersebar di banyak titik.
Hal itu disampaikan Wakil Dekan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Dr. Ir. Ramzi Adriman, S.T., M.Sc., IPM., ASEAN Eng., APEC Eng. Menurutnya, kondisi sistem saat ini sangat sensitif sehingga setiap tahap pemulihan perlu dijalankan secara terukur.
“Bencana ini tidak hanya merusak satu bagian sistem, tetapi banyak sekaligus. Karena itu, setiap penyalaan harus dipastikan stabil agar tidak memicu gangguan yang meluas,” ujarnya.
Ramzi mengatakan kerusakan yang terjadi mencakup jaringan transmisi, gardu induk, hingga distribusi.
Lokasinya pun saling berjauhan, sehingga penanganan tiap titik memerlukan pendekatan teknis yang berbeda.
Dalam situasi seperti ini, salah satu proses paling penting adalah sinkronisasi antarinfrastruktur ketenagalistrikan—tahap yang menyatukan pembangkit, gardu induk, dan jaringan agar kembali bekerja dalam satu sistem.
“Sinkronisasi menuntut kecermatan tinggi. Frekuensi, tegangan, dan beban harus benar-benar seirama. Jika ada yang belum siap, proses penyatuan tidak bisa dipaksakan karena risikonya langsung pada stabilitas sistem,” tegasnya.
Dia juga menilai penyalaan bergilir yang saat ini masih berlangsung sebagai langkah pengamanan sistem dalam kondisi yang mendesak. Menggunakan kapasitas sementara yang belum pulih sepenuhnya, penyalaan bergilir membantu menjaga agar layanan tetap berjalan sekaligus mencegah sistem mengalami beban berlebih.

1 day ago
7





















































