jpnn.com, JAKARTA - Penetapan tersangka terhadap salah satu vendor BBM dalam kasus dugaan korupsi pengolahan dan distribusi bahan bakar minyak dinilai tidak tepat dan salah sasaran.
Direktur Eksekutif Institut Kajian Hukum Progresif (IKHP) Tegar Putuhena menyatakan vendor tidak memiliki kapasitas pengambil keputusan dan hanya menjalankan perintah berdasarkan kontrak sah dengan PT KPI.
"Jika pelaksana teknis dijadikan tersangka tanpa bukti bahwa ia menyimpang dari kontrak atau bertindak di luar kewenangan, maka itu bertentangan dengan prinsip hukum pidana," ujar Tegar, Rabu (16/4).
Ia mengacu pada Pasal 183 KUHAP yang menyatakan seseorang hanya dapat dipidana jika kesalahannya terbukti secara sah dan meyakinkan.
"Kalau vendor hanya menjalankan tugas legal, bagaimana bisa dibuktikan ada unsur kesengajaan atau niat jahat (mens rea)?" katanya.
Tegar menegaskan pelaksana teknis yang bekerja sesuai perintah resmi tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana, kecuali terbukti terlibat dalam perancangan tindakan melawan hukum. "Dalam struktur hukum pidana, pelaksana yang tunduk pada perintah sah tidak dapat dijadikan pelaku kejahatan," tegasnya.
Kejaksaan Agung telah menetapkan sejumlah tersangka dalam perkara ini, termasuk pihak swasta berinisial MR, AW, dan IY, serta legal officer dan pelaksana operasional vendor. Namun, sebagian tersangka disebut hanya berperan sebagai pelaksana teknis tanpa kewenangan kebijakan.
Tegar juga menekankan asas nullum delictum, nulla poena sine culpa—tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa kesalahan. "Pidana itu ultimum remedium. Kalau perkaranya administratif atau perdata, jangan dipaksakan jadi pidana," kata dia.