jpnn.com, JAKARTA - Mantan Direktur Penelitian, Kebijakan & Kerjasama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Prof. Tikki Pangestu, menyoroti lambatnya adopsi strategi pengurangan risiko tembakau (Tobacco Harm Reduction/THR), meskipun terdapat bukti ilmiah mengenai potensi manfaat produk tembakau alternatif.
Produk-produk seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, ditawarkan sebagai pilihan rendah risiko kesehatan bagi perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaannya.
Hal itu disampaikannya dalam sesi panel Symposium 6: Strengthening Health Resilience in the Era of Global Challenges di acara International Military Medicine Symposium & Workshop (IMEDIC) 2025.
Prof. Tikki mengungkapkan keheranannya mengapa inovasi teknologi tembakau ini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk mengatasi epidemi merokok global.
"Mengapa produk-produk inovatif baru ini belum digunakan secara luas sebagai strategi pengurangan bahaya yang penting untuk mengakhiri epidemi merokok? Hal ini tetap menjadi tantangan besar bagi negara-negara di seluruh dunia yang mengadopsi produk-produk baru ini," ujar Prof. Tikki.
Menurut Prof. Tikki, ada lima hambatan utama yang menyebabkan lambatnya implementasi THR, yang berdampak pada upaya menurunkan prevalensi merokok di berbagai negara. Hambatan pertama adalah sikap Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang sangat anti-pengurangan bahaya tembakau.
"WHO sebagai badan kesehatan dunia sangat berpengaruh. Jadi, jika WHO mengambil posisi menolak, negara-negara cenderung mengikuti arahan mereka," jelasnya. Kondisi ini membuat negara-negara, khususnya berpenghasilan menengah ke bawah, sering kali mengalami keterbatasan dalam menilai manfaat dari implementasi pengurangan risiko tembakau melalui penggunaan produk tembakau alternatif.
Hambatan kedua, regulasi yang terfragmentasi dan tidak proporsional, yang memengaruhi keterjangkauan, aksesibilitas, dan keamanan produk tembakau alternatif.

2 hours ago
2




















































