jpnn.com - JAKARTA - Program House of Indonesiana (HOI) menekankan bahwa kolaborasi lintas negara mampu memperkuat fondasi industri kreatif Tanah Air. Melalui kerja sama Kementerian Kebudayaan RI dan Kementerian Kebudayaan, Olahraga dan Pemuda Republik Korea, HOI membuka ruang pembelajaran yang menjembatani pendidikan, industri, dan diplomasi budaya dalam satu wadah kreatif yang dinamis.
Salah satu implementasinya tampak dalam pelatihan dan produksi konten animasi di HOI Training Center Jakarta. Para peserta mendapatkan kesempatan belajar langsung dari profesional industri dan terlibat dalam proyek animasi berskala nyata.
Project Manager Dipadira Studios Gisella Ivone menceritakan bagaimana dia dan timnya berperan mendampingi proses produksi animasi yang melibatkan ratusan peserta HOI dari berbagai level pelatihan. “Peran utama saya mengelola seluruh proses produksi, mulai dari perencanaan timeline, mengawasi setiap tahap produksi, menjadi penghubung antara tim pelatihan dan tim produksi, hingga memastikan semuanya berjalan sesuai target dan kualitas yang diharapkan,” kata dia dalam keterangannya dikutip, Jumat (17/10).
Menurut dia, program HOI Jakarta terbagi dalam tiga level kelas yakni Basic, Intermediate, dan Advanced. Dipadira dipercaya menangani proses produksi penuh untuk IP animasi Banyu, yang dikerjakan bersama para peserta kelas Advanced. “Kami ingin peserta tidak hanya belajar teori, tetapi merasakan sendiri seperti apa ritme kerja di industri profesional. Mereka kami tempatkan dalam sistem yang menyerupai produksi nyata, lengkap dengan briefing, revisi, hingga evaluasi berkala,” kata Gisella.
Bagi Gisella, keseimbangan antara nilai budaya lokal dan standar global menjadi kunci penting. Menurut dia, perlu membawa identitas budaya dalam cerita, tetapi dikemas dengan standar teknis global. “Dengan begitu hasilnya bisa berakar pada budaya kita, namun tetap mampu bersaing secara internasional,” ujarnya.
Salah satu instruktur kelas advanced di HOI, Muhammad Septa Varell Syahroni, menuturkan pelatihan ini menghadirkan pengalaman yang berbeda dari pelatihan-pelatihan animasi pada umumnya. Septa bersama beberapa rekan alumni One Animation Studios, membimbing peserta dengan pendekatan simulasi industri. “Peserta tidak hanya belajar teori, tetapi langsung masuk ke workflow profesional. Mereka menggunakan asset animasi dari Dipadira, mengikuti pipeline industri, dan kami push kualitasnya mendekati standar profesional,” kata Varell.
Menurut dia, banyak peserta datang dengan ide kreatif yang kuat, tetapi masih terbatas dari sisi skill teknikal. “Tugas kami bukan hanya mengajarkan software, tetapi membentuk mindset yang benar. Kami ingin mereka berpikir sebagai artist, bukan sekadar operator. Karena di dunia kreatif, yang penting bukan ‘pakai apa’, tetapi ‘kenapa dan bagaimana’,” ungkapnya. Bagi Varell, program HOI punya peran penting dalam menjembatani kesenjangan antara pendidikan dan industri. “Bentuknya pelatihan, tapi pendekatannya industri banget. Di situlah kekuatan diplomasi budaya lewat karya digital,” katanya.
Bagi para peserta, program HOI menjadi pengalaman yang tidak terlupakan. Fahra Arifia, peserta yang mengikuti seluruh tingkatan kelas dari Basic hingga Advanced 2 mengaku mendapatkan lebih dari sekadar pembelajaran teknis. “Awalnya aku ikut cuma buat mengisi waktu, tetapi setelah produksi dimulai, aku jadi lebih termotivasi untuk bikin IP sendiri. Yang paling berkesan itu waktu lihat hasil kerja keras kami disatukan jadi satu karya, rasanya bangga banget,” katanya. Fahra mengakui bahwa tantangan terbesar adalah adaptasi pada proses animasi 3D yang belum pernah dia alami sebelumnya. “Aku belajar banyak dari instruktur, minta feedback terus, dan dari situ aku mulai bisa memahami alur kerja profesional,” tambahnya.