jpnn.com - Kasus gagal bayar pada platform Peer-to-Peer (P2P) Lending Akseleran belum tuntas hingga merugikan para pemberi pinjaman (pender).
Kantor hukum Badranaya Partnership yang mewakili enam lender melaporkan kerugian sebesar Rp 1,67 miliar, akibat wanprestasi pinjaman yang macet lebih 90 hari, tanpa realisasi klaim asuransi yang sebelumnya dijanjikan.
Kuasa hukum para lender, Sony Hutahaean dalam siaran persnya menyatakan bahwa seluruh pinjaman yang mengalami gagal bayar tersebut telah termasuk dalam skema perlindungan asuransi gagal bayar.
Skema itu bagian dari komitmen Akseleran dan mitra asuransinya, yang menjanjikan penggantian hingga 99 persen dari pokok pinjaman dalam waktu maksimal 10 hari kerja setelah klaim diajukan.
Walakin, para lender justru menghadapi jalan buntu. "Janji proteksi tersebut hanya menjadi semacam iklan terselubung. Tidak ada realisasi nyata, yang ada justru kekecewaan dan ketidakpastian hukum," ujar Sony, dikutip pada Kamis (17/4/2025).
Dia pun mengungkapkan adanya pengakuan dari pihak manajemen Akseleran dalam pertemuan daring bersama lender bahwa ada kesalahan internal terkait pengelolaan dana pemberi pinjaman serta pengambilan keputusan yang merugikan lender.
Komisaris utama Akseleran bahkan disebut mengungkap praktik refinancing terhadap debitur bermasalah tanpa prosedur kebijakan yang jelas. Hal itu dinilai bertentangan dengan Prinsip Dasar Pedoman Perilaku dari Asosiasi FinTech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), yang melarang pemberian pinjaman di luar kemampuan bayar debitur.
"Ini pelanggaran serius terhadap prinsip kehati-hatian, bahkan bisa dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Pasal 35 Ayat (1) dan (2) POJK Nomor 10 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi," kata Sony.